Demokrasi sampah
Rabu, Januari 12, 2011 | Author: Ibnu Suwandi
Demokrasi sampah
Begitukah yang kau mau
Menebar senyum dan pesona
Dibawah gubuk reot seorang tua renta
Yang sampai matipun tak berubah sedikit lebih layak
bahkan harus terjual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Beginikah yang kau mau
Membawa-bawa nama besar bapakmu
Menjual sejarah manis dibibir beracunmu
Benar kami menghormatinya tanpa pertanyaan
Tapi kami melihatmu dengan penuh keraguan dan kecurigaan
Ditengah tumpukan sampah kau umbar janjimu
Maaf sepertinya kaupun harus kembali ketempat itu
Seperti itukah yang kau mau
Memajang jenggot tipis pemanis wajah
Menjajakan merek dagang agama
Sangar berteriak lantang
tapi kebingungan saat diancam tak dapat jatah kedudukan
Bingung tengok kanan tengok kiri menebar isu tinggalkan koalisi
Mendompleng dan menjadi parasit itulah keahlianmu
Seperti inikah yang kau mau
Percaya diri dengan basis besar massamu
Padahal kau tak pernah tahu keinginan mereka
Bahkan kaupun tak pernah menyentuh hati mereka
Ya ya ya kalian punya panutan dan guru bangsa katanya
Tapi maaf inilah kenyataan dia sudah mati
Hanya meninggalkan kenangan manis dan aku yakin itupun tak bisa kau ikuti
Owh negeriku sayang negeriku malang
Dulu ada yang pintar dan mampu merubah keadaan
tapi menjadi pengecut saat dihadapkan pada pilihan
Owh negeriku menangis negeriku sakit
Ada yang gunakan gereja dan masjid
tapi sengaja lupa diri gunakan uang rakyat yang menjerit
untuk plesiran katanya sedikit
Owh negriku sekarat nafas tertahan
Ada yang berlalu lewat setelah hancurkan ribuan hektar lahan
bahkan jumawa dagu panjangnya terangkat ketika korban lumpur menuntut pelunasan
Owh negeriku
Dulu kau elok tampan katanya
Tempat 'berteduh' banyak bangsa
Bahkan ada tamu yang
'menginap' sampai 350 tahun lamanya
Ah nasionalis, agamis, nasionalis agamis, hitam, putih, biru, hijau, kuning, merah,
semua membusuk
bukan ditangan orang lain tapi justru ditangan mereka
yang katanya adalah anak-anak 'terbaik'mu
Sudahlah...
jika sudah tercium bau belatung dibalik tubuh subur mereka
segera peluklah erat mereka wahai bumiku,
bukankah kau butuh nutrisi dan gizi lebih untuk menghijaukan kembali pohon-pohonmu

Dweah, 10/01/2011
|
This entry was posted on Rabu, Januari 12, 2011 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: